BUlAN SURO

Muharram adalah nama bulan yang telah
ditetapkan di Arab sejak pra kenabian. Kemudian
oleh Rasulullah saw perhitungan tahun ini
diadopsi dan dilanjutkan. Meskipun demikian, saat
itu belum dimulai perhitungannya sehingga
tahun-tahun biasanya dinamai dengan peristiwa
terpenting yang terjadi pada tahun itu, seperti
tahun gajah, tahun kesedihan, dan lain-lain. Baru
ketika Umar bin Khaththab menjadi khalifah,
perhitungan tahun itu dimulai dengan
mendasarkan pada hijrahnya nabi saw dari
Makkah ke Madinah.
Sedangkan Sura adalah salah satu nama bulan
dari tahun Çaka, nama ini berasal dari mitologi
Hindu-Jawa, Aji Çaka. Dalam Babad Tanah Jawi
disebutkan bahwa kedatangan orang-orang
Hindu di Jawa menandai dimulainya zaman baru,
yaitu zaman Aji Çaka yang menurut perhitungan
mereka zaman itu bersamaan dengan tahun 78
Masehi. Oleh sebab itu, tahun Çaka dan tahun
Masehi berselisih 78 tahun.
Puluhan tahun berikutnya, ketika Mataram ada di
bawah pemerintahan, Sultan Agung
Hanyokrokusumo, ia berinisiatif untuk
memperbaiki penanggalan Caka. Maka kemudian
tanggal 1 Muharram 1043 H (8 Juli 1633 M)
ditetapkan sebagai tanggal 1 Suro tahun Alip (1555
Caka baru atau Çaka-Jawa).
Persepsi yang Salah
Bulan suro adalah bulan penuh musibah,
bencana, kesialan, bulan keramat dan sangat
sakral. Itulah berbagai tanggapan masyarakat
mengenai bulan Suro atau bulan Muharram.
Sehingga kita akan melihat berbagai ritual untuk
menghindari kesialan, bencana, musibah
dilakukan oleh mereka.
Karena bulan ini adalah bulan sial, sebagian orang
tidak mau melakukan hajatan nikah, dsb. Jika
nekat melakukan hajatan pada bulan ini bisa
mendapatkan berbagai musibah, acara
pernikahannya tidak lancar, mengakibatkan
keluarga tidak harmonis, dsb. Itulah berbagai
anggapan masyarakat mengenai bulan Suro dan
kesialan di dalamnya.
Sebagian kaum muslimin saat ini ketika
menghadapi kesulitan dalam hidupnya, mereka
malah mencari berkah dari para "kyai". Pada hari
yang dikatakan sakral oleh sebagian kaum
muslimin, terdapat suatu kenyataan yang sangat
memilukan yang menunjukkan kekurangan akal.
Hari tersebut adalah tanggal siji suro (1
Muharram). Sebagian kaum muslimin yang selalu
menginginkan kemudahan dalam hidupnya dan
ingin mencari kebaikan malah mencarinya
dengan cara yang tidak masuk akal.
Mereka mencari berkah dari seekor hewan, yakni
dengan begadang mengikuti jalannya, saling
berebut untuk mendapatkan kotorannya tersebut,
lalu menyimpannya, seraya berkeyakinan rizki
akan lancar, panen akan melimpah, jodoh segera
datang dan usaha akan berhasil dengan sebab
kotoran tersebut. Seorang yang punya akal sehat
tentu tidak mungkin melakukan hal yang
demikian.
Jika ditanya mereka menjawab, ini hanya budaya
saja kog….opo eleke?yen gak suka ojo ngelek-
ngelek. Ada juga yang berlandaskan, Rasulullah
SAW pernah diambil keringat dan rambutnya
untuk tabaruk (ngalap berkah), jadi sekarangpun
juga bisa dong…ada lagi alasan : kami 100%
percaya gusti Allah dan ini hanyalah 'sarana'
mendekatkan diri biar lebih cepat terkabul. Dan
berbagai alasan lainnya. Sehingga bagi umat yang
hatinya kosong, ketauhidan kurang dan ilmu
yang minim akan mudah terjebak mengikuti hal-
hal tersebut.